Setelah banyak film-film nya yang
menuai kontroversi, sutradara kondang Hanung Bramantyo kembali merilis film.
Parahnya film ini juga berbau kontroversi.
Film terbaru Hanung yang
berjudul “Cinta Tapi Beda” ini, dinilai kembali menyinggung masalah konflik agama.
Film “Cinta Tapi Beda” ini bercerita tentang dua insan yang saling jatuh cinta
namun berbeda agama. Dua cinta seorang penganut katolik dan islam yang
bertentangan dengan agama masing-masing.
Sebagai catatan, ini bukanlah film
pertama sang sutradara yang menuai konflik. Sebelumnya film “Perempuan
Berkalung Sorban” dan Tanda Tanya “?” juga telah mendapat ancaman keras dari
berbagai kalangan. Lantas apa maksud
Hanung sebenarnya ?.
“Jadi kalau sampai jadi isu dan
bola salju, itu sudah bukan tanggung jawab saya, kadang juga saya dicaci maki,
saya cuman bisa berterimakasih saja sudah mau nonton flim saya”, ujar Hanung
seperti yang dikutip Kapanlagi.com (12/11/2012).
Hebatnya, Hanung tetap
bersikukuh bahwa filmnya bukanlah sebuah film kontroversial. Namun ia hanya
ingin menerjemahkan sebuah potret kehidupan yang sesungguhnya ke dalam sebuah
film.
Sementara itu, Sekjen Forum
Umat Islam (FUI) Muhammad Khatath mengaku apa yang sering dilakukan Hanung
merupakan sebuah contoh yang tidak baik dan tidak terpuji untuk edukasi remaja
muslim dan condong ingin mengarahkan penontonnya ke arah nuansa liberal.
“Meskipun Hanung berkata dia hanya memotret kehidupan
reaitas, harusnya penonton diarahkan kepada pilihan yang baik. Padahal dalam
islam pernikahan beda agama itu hukumnya haram dan termasuk perzinahan karena
tidak sah akad nukahnya”, jelas Khatath kepada Hidayatullah.com, Rabu (21/11/2012).
Kejadian ini seharusnya juga
menjadi peringatan bagi seluruh elemen umat untuk segera membentengi diri dan
keluarga dari serangan liberalism seperti ini.
Jika ditinjau lebih dalam,
sebetulnya apa yang disampaikan Hanung ini mengandung buah dari paham
Liberalisme dan Relativisme. Setiap karyanya kontroversialnya digugat,
alasannya hanya untuk memotret fakta yang ada di masyarakat. Padahal, tidak
semua potret di masyarakat harus dipublikasikan jika faktanya menyesatkan dan
hanya melahirkan hal-hal tidak baik.
Sebagai
contoh, jika ada sekelompok orang hobi membunuh, maksiat dan memperkosa, apakah
layak diangkat menjadi sebuah karya film ?. Inilah yang seharusnya disadari
oleh bangsa ini, bahwa pemikiran-pemikiran seperti inilah yang kini sedang
menggerogoti dan merusak bangsa Indonesia. Lantas bagaimana bangsa ini harus
bersikap ?. []
Oleh : Yahya Ghulam Nasrullah
Sekjen di LDK STAIL Hidayatullah
0 komentar:
Posting Komentar